Kemendikbud
--- Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) melalui Biro
Komunikasi dan Layanan Masyarakat (BKLM) menggelar dialog pendidikan
dengan tema “Cetak Biru Pendidikan Nasional”. Kepala Biro Komunikasi dan
Layanan Masyarakat Kemendikbud, Ari Santoso mengatakan,
penyelenggaraan dialog pendidikan ini berawal dari ide anggota DPR RI
Komisi X yang membidangi pendidikan dan kebudayaan, mengingat republik
ini belum memiliki cetak biru pendidikan nasional. Tujuannya dibuatnya
cetak biru pendidikan nasional adalah agar arah pendidikan tidak
berubah-ubah walaupun terjadi pergantian pimpinan.
Pembahasan
mengenai cetak biru pendidikan nasional perlu melibatkan berbagai
kalangan yang menjadi pemangku kepentingan bidang pendidikan, seperti
pemerintah daerah dan masyarakat. Dialog pendidikan untuk membahas
cetak biru pendidikan nasional dimulai di Provinsi DI Yogyakarta.
“Provinsi DI Yogyakarta dipilih sebagai tempat pertama dialog
pendidikan karena merupakan salah satu daerah yang memiliki capaian
Indeks Integritas Ujian Nasional (IIUN) tertinggi di Indonesia,” ujar
Ari Santoso di Yogyakarta, Selasa (7/3/2017).
Esti
Wijayati, Anggota DPR RI Komisi X mengatakan, pendidikan di Indonesia
sudah saatnya mempunyai cetak biru, karena pembicaraan cetak biru
pendidikan nasional sudah berlangsung cukup lama, yaitu dimulai pada
tahun 2009. Ia menuturkan, akibat belum adanya cetak biru pendidikan,
seiring dengan pergantian presiden, menteri dan pejabat lainnya, sering
terjadi pula perubahan kebijakan yang mengagetkan masyarakat. “Misalnya
kurikulum dan lain sebagainya. Contoh lain, uji kompetensi guru di
Yogyakarta tertinggi di Indonesia dan sangat berbeda sekali dengan di
daerah perbatasan, sehingga diperlukan cetak biru pendidikan,” katanya.
Esti
mengatakan, DPR tetap mengupayakan dari segi anggaran untuk pembuatan
cetak biru pendidikan karena sudah menjadi hasil kesimpulan Rapat Komisi
X DPR RI untuk membuat cetak biru pendidikan dalam menyiapkan generasi
bangsa untuk masa depan.
Kepala
Pusat Penilaian Pendidikan Kemendikbud, Nizam, menyampaikan bahwa untuk
membawa pendidikan ini menjadi kokoh dalam 30 tahun ke depan,
diperlukan adanya cetak biru pendidikan nasional. Jika Indonesia ingin
tampil (minima) dalam panggung Asia, diperlukan cetak biru pendidikan
sehingga dapat membawa perubahan dengan tahapan-tahapan yang terencana,”
ujarnya.
Menurut
Nizam, cetak biru pendidikan nasional mempunyai konteks dengan
ilmu-ilmu lainnya, bukan hanya pendidikan saja. “Karena itu sudah
saatnya kita duduk bersama untuk mewujudkan cita-cita bangsa melalui
persiapan cetak biru tersebut secara komprehensif,” katanya.
Kepala
Bidang Perencanaan dan Standarisasi Dinas Pendidikan dan Olah Raga
Provinsi DIY, Suroyo, mengatakan secara demografis, cetak biru
pendidikan nasional tentunya harus melibatkan pemerintah daerah. Cetak
biru juga perlu dievaluasi dari tahun ke tahun.
Pengamat
pendidikan Romo Baskoro Pudjinoegroho mengatakan, penyusunan cetak biru
pendidikan memerlukan waktu yang lama. “Apakah dalam rentang waktu
pemerintahan sekarang setelah tiga tahun ke depan cetak biru ini masih
ada? Kita tidak pernah bicara soal sistem. Mari kita sama-sama bergerak
berdasarkan sistem yang dinamis sehingga antara pemerintah pusat dan
daerah sejalan dengan arah tujuan yang jelas,” tuturnya.
Acara
dialog pendidikan di Yogyakarta dihadiri 100 orang peserta, terdiri
dari para pemangku pendidikan di Yogyakarta, antara lain DPRD Provinsi
Yogyakarta, Dewan Pendidikan Provinsi Yogyakarta, guru-guru, kepala
sekolah, komite sekolah, dinas pendidikan, dan pejabat Kemendikbud.